Sabtu, 28 April 2012

MANAJEMEN LAUT MATI VERSUS SUMUR

Mengapa dinamakan Laut Mati? Karena memang di laut tersebut tidak ada kehidupan. Biota laut tidak bisa hidup di sana. Mengapa demikian, apakah Laut Mati mendapat kutukan dari Tuhan?
Ada manajemen yang salah dalam Laut Mati. Ia menerima air dari segala penjuru, tetapi tidak pernah memberikan air itu ke tempat lain. Akibatnya mineral garam terlalu banyak, kadar garamnya sangat tinggi. Itulah yang menyebabkan biota laut tidak bisa hidup.
Hikmah dari manajemen Laut Mati yang keliru, yaitu hanya mau menerima tetapi tidak mau memberi, jika diterapkan dalam kehidupan kita-pun akan sama. Orang yang hanya mau menerima dan tidak mau memberi, maka matilah semua rejekinya.
Berbeda dengan sumur, apabila sering ditimba airnya, maka air sumur tersebut tidak akan habis malah semakin jernih. Demikian juga dengan kita, jika kita sering memberi kepada orang lain, maka rejeki kita akan mengalir terus dan bahkan rejeki itu sangat berkah karena diridhloi oleh Tuhan.

 

Sabtu, 21 April 2012

Melongok :   
   Tugu Muda
Tugu Muda dibangun untuk mengenang peristiwa bersejarah ”Pertempuran lima hari di Semarang”, yaitu pertempuran rakyat Semarang melawan Jepang yang meletus pada tanggal 14 Oktober 1945.
Dalam peristiwa ini tentara Jepang menyerang penjaga tandon air Wungkal dan memasukkan racun ke dalam air yang menjadi sumber kehidupan rakyat Semarang. Tak hanya itu, tentara Jepang juga mencegat dan membunuh dr. Kariadi yang akan memeriksa tandon air Wungkal. 
Dari peristiwa itu mengakibatkan pemuda-pemuda Semarang yang bermarkas di Bojong 85 melakukan perlawanan dan menghancurkan Jepang, mereka bertempur sampai lima hari lamanya.
Sebagai penghormatan jasa para pahlawan yang gugur melawan penjajah, dibangunlah ’Tugu Muda’ pada tanggal 10 November 1951, yang diresmikan oleh Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno,
pada tanggal 20 Mei 1953.

Melongok :
Gereja Blenduk

     Gereja Blenduk adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masya-rakat Belanda yang tinggal di kota Semarang pada tahun 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini terletak di jalan Letjend. Suprapto 32.
Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok.  Bentuk kubah yang merupakan setengah bola yang mengembung besar, oleh masyarakat sekitar bentuk tersebut lazim disebut ’mblenduk’. Oleh sebab itulah bangunan ini disebut ’gereja blenduk’.
Arsitektur bangunannya dibuat sama dengan bangunan salib Yunani.
Gereja ini direnovasi pada tahun 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, ahli bangunan dari Belanda, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini.
Gereja Blenduk, oleh masyarakat Semarang di nyatakan sebagai bengunan yang penuh misteri.